Blog

Penasaran Nggak, Kenapa Bank Indonesia Tidak Mencetak Uang untuk Membayar Utang?

danain-Kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang untuk membayar utang?-gambar gerbang gedung BI

Kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang untuk membayar utang?

Kita sama-sama tahu bahwa Indonesia punya utang dengan nominal yang sangat fantastis. Yang jadi pertanyaan, kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang untuk membayar utang?

Hampir semua negara di dunia punya utang dengan jumlah yang sangat besar, tak terkecuali Indonesia. Menurut catatan Kementerian Keuangan, seperti dilansir laman Liputan6.com, utang pemerintah sampai Maret 2023 telah mencapai angka Rp 7.879,7 triliun. Angka tersebut naik jika dibandingkan Februari 2023 yang berada di angka Rp 7.861,68 triliun.

Nah, bicara utang Indonesia, pernah kah kamu berpikir, kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang untuk membayar utang yang dimiliki negara? Usut punya usut, ternyata ada sejumlah hal yang melatarbelakanginya, antara lain:

Menyebabkan terjadinya inflasi

Ketika Bank Indonesia mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk membayar utang, maka dampak yang terjadi adalah inflasi. Perlu diketahui, inflasi akan muncul saat penggunaan uang tidak ditopang oleh komoditas.

Baca juga: Cara Menagih Utang Lewat WA, Uang Dijamin Balik!

Contoh nyatanya terjadi pada Jerman dan Inggris pada awal tahun 1990-an. Ketika itu, kedua negara tersebut mencetak banyak uang untuk membiayai perang.

Pada tahun 1914, Bank of England menerbitkan uang kertas dengan pertumbuhan 41,2 persen untuk mendanai perang. Dampaknya, terjadi inflasi sebesar 13,5 persen.

Kondisi yang sama juga terjadi di Jerman saat Perang Dunia I. Banyaknya dana yang dibutuhkan untuk perang membuat Jerman meninggalkan emas sebagai mata uang Mark. Efeknya, harga komoditas meningkat tajam pada tahun 1923.

Sebagai gambaran, harga sepotong roti di Jerman mencapai 200 miliar Mark, bahkan ibu-ibu di sana menjadikan uang kertas sebagai bahan bakar, sebab nilainya lebih rendah dari kayu.

Munculkan utang

Alasan berikutnya kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang untuk membayar utang adalah karena akan memunculkan utang.

Baca juga: Terbukti Ampuh, ini Cara Mengatasi Stres Karena Banyak Utang!

Pada prinsipnya, ketika pemerintah mencetak uang, maka dalam neraca pemerintah akan muncul ‘kewajiban’ berupa utang. Kalau uang yang dicetak tidak ditopang oleh komoditas, maka pertambahan neraca pemerintah di sisi aset dengan bertambahnya uang hanya akan jadi ilusi semata. Sebab, faktanya, pemerintah tidak punya apa-apa untuk membayar utang.

Sebabkan turunnya nilai uang

Saat pemerintah mencetak uang dalam jumlah besar, maka nilai uang tersebut akan turun. Kok bisa?

Sebagai informasi, banyaknya uang yang beredar di masyarakat, tapi tak diikuti dengan makin banyaknya barang di pasar, akan membuat harga barang menjadi sangat mahal. Tak hanya itu, barang juga menjadi langka.

Kalau ini terjadi, uang yang sudah dicetak nilainya akan turun, bahkan tak lagi bernilai. Demikian dilansir Detik.com.

ALASAN GUBERNUR BANK INDONESIA TIDAK MENCETAK BANYAK UANG

Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa mandat utama Bank Indonesia adalah mengendalikan inflasi dan menstabilkan nilai tukar rupiah. Menurut dia, seperti dilansir Katadata.co.id, peredaran uang yang berlebih di dalam negeri bisa memicu terjadinya inflasi.

Ditambahkan Perry, mekanisme pengedaran uang oleh Bank Indonesia tetap harus memerhatikan inflasi dan sesuai Undang-undang Mata Uang. Pada intinya, Bank Indonesia hanya akan mencetak uang sesuai kebutuhan masyarakat.

Baca juga: Keren, ini Sederet Negara yang Tidak Memiliki Utang!

Jika pertumbuhan ekonomi di Indonesia 5 persen dan inflasinya 3 persen, lanjut Perry, kurang lebih kenaikan pencetakan uang adalah 8 persen. Kalau mau menambah cadangan, kira-kira naik 10 persen.

Oleh sebab itu, menurut Perry, tidak ada proses pencetakan uang di luar mekanisme tersebut. Meskipun Indonesia tengah menghadapi krisis.

Bagaimana, sudah paham kan kenapa Bank Indonesia tidak mencetak uang untuk membayar utang?

Leave a Reply