Pandemi corona yang terjadi sejak Maret 2020 lalu telah mengganggu perekonomian dunia, termasuk dalam negeri. Dampaknya, sejumlah negara maju hingga berkembang telah mengumumkan bahwa negara mereka telah masuk ke dalam jurang resesi.
Bagaimana Indonesia?
Berdasarkan data, kondisi ekonomi Tanah Air di kuartal II 2020 mengalami kontraksi alias tumbuh negatif 5,32% secara year on year. Kabar buruknya, perekonomian Indonesia pada kuartal III ini diprediksi akan kembali minus, sehingga resesi pun sulit dihindari.
Perlukah masyarakat panik atau khawatir?
Menurut perencana keuangan Safir Senduk, sebagaimana dilansir Warta Ekonomi, resesi bukanlah suatu hal yang perlu ditakutkan. “Buat saya resesi itu tidak menakutkan. Sepanjang kita masih tetap bisa kerja di luar rumah dan kita bisa cari peluang penghasilan. Bahkan, sebenarnya, orang yang takut dengan resesi adalah orang yang tidak ngerti. Salah satunya kalangan akar rumput. Dia pikir resesi itu kita jadi orang miskin. Jadi tetap saja bekerja, berbisnis, mencari peluang baru,” ujarnya.
Ditambahkan dia, jika Indonesia resmi memasuki resesi, persiapan bisa dilihat dari dua hal, yakni dari sisi negara dan masyarakat.
Baca juga: 7 Hal yang Perlu Dipersiapkan untuk Menghadapi Ancaman Resesi
Dari sisi negara, pemerintah harus punya kebijakan jika terjadi penurunan GDP, dalam waktu 3 bulan harus bisa segera bangkit. Caranya, dengan pengendalian uang beredar di masyarakat. Instrumennya pengendalian suku bunga. Turunkan suku bunga dan orang akan malas taruh uang di bank, sehingga akan menariknya.
Sedangkan dari sisi masyarakat, harus pintar-pintar cari peluang baru sebagai sumber penghasilan. Misal: berbisnis barang kebutuhan ‘sejuta umat’ seperti masker atau frozen food.
Meski begitu, ancaman resesi sejatinya tak boleh disepelekan, sebab dampaknya akan sangat nyata menimpa masyarakat. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengungkapkan, saat terjadi resesi akan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Kemungkinan bagi pekerja yang punya kontrak jangka pendek, tak akan diperpanjang.
“Tentu saja perusahaan-perusahaan yang punya kontrak jangka pendek atau kontraknya terbatas misalnya, dia tidak akan dilanjutkan untuk perpanjangan kontrak. Kemungkinan itu terutama bagi industri-industri yang terpengaruh sampai akhir tahun bahkan sampai tahun depan, seperti industri penerbangan dan sebagainya, itu yang saya kira masih relatif terkendala,” pungkas Tauhid, sebagaimana dilansir Detik.com.
Baca juga: Ancaman Resesi, Investasi Emas Lebih Cuan!
Di sisi lain, Tauhid juga mengingatkan kepada masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan agar segera berhemat dan menyiapkan dana darurat paling tidak untuk 3 bulan selama resesi. Kata dia, “Masyarakat harus kencangkan ikat pinggang untuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, misalnya ke tempat wisata, restoran dan sebagainya, terutama bagi masyarakat yang beberapa bulan ini mengalami penurunan pendapatan. Tapi bagi masyarakat yang tidak terpengaruh saya kira konsumsi biasa saja, tapi yang mengalami penurunan saya kira harus mengencangkan ikat pinggang.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal. Menurutnya, meski diimbau tidak panik dalam menghadapi resesi, namun masyarakat diminta untuk belanja sewajarnya dan tidak terlalu boros.
“Masyarakat harus bersiap-siap dari sisi keuangan. Meskipun masyarakat tidak boleh terlalu panik karena ini malah mendorong resesi lebih cepat seperti 1998, salah satu yang menyebabkan lebih parah krisis saat itu karena kepanikan masyarakat, sehingga dia memborong barang-barang di toko-toko, mal, lalu mengambil uangnya di bank dalam waktu serentak,” ungkapnya, masih dilansir dari Detik.com.
Baca juga: Pekerja Kelas Menengah, Lakukan ini untuk Hadapi Ancaman Resesi!
Terkait kondisi ekonomi Indonesia yang tengah di ambang resesi, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengaku optimistis perekonomian Tanah Air bisa lebih baik di kuartal III 2020. Pasalnya, kata dia, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 695,2 triliun.
“Kalau kita bicara tentang COVID, kita bicara tentang ekonomi mengalami kontraksi itu aspek ekonominya. Kuartal I turun dari yang biasanya 5% jadi 2,97%, kuartal II bahkan kontraksi ke 5,3%. Di negara lain kontraksinya bisa dalam sekali di atas belasan bahkan puluhan persen,” jelasnya saat jadi pembicara di Kongres 2 AMSI yang digelar secara virtual pada Sabtu (22/8) lalu.
Ya, kita tentu sama-sama berharap agar negeri tercinta ini bisa keluar dari segala permasalahan yang terjadi!
rony
makasih infonya. alamat harus rajin nabung nih. hehehe
blog.danain.co.id
Betul sekali, tidak hanya menabung tapi juga harus menyiapkan dana darurat ya sobat danain 🙂