“Tak ada yang sempurna di dunia ini”?
Ungkapan itu juga berlaku pada bisnis investasi. Tidak ada investasi yang 100 persen bebas dari risiko. Deposito sekalipun, yang kerap dikatakan investasi paling aman, tentu akan ada risiko yang membayangi.
Bicara risiko investasi, tahukah Anda jika ada satu risiko yang paling ditakuti oleh para investor? Ya, apalagi kalau bukan gagal bayar.
Seperti yang diketahui, gagal bayar dapat diartikan sebagai kondisi di mana peminjam dana tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian utang piutang. Dengan kata lain, peminjam tidak melakukan pembayaran angsuran sesuai kesepakatan.
Anda tentu pernah, atau bahkan sering mendengar kasus tentang lembaga pembiayaan yang mengalami gagal bayar atau bermasalah. Tak jarang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun melakukan pencabutan izin usaha pada perusahaan-perusahaan tersebut. Sementara yang bermasalah, sebut saja yang belum lama ini terjadi, ada perusahaan teknologi finansial yang melakukan penagihan dengan cara tidak baik. Perusahaan tersebut menggunakan daftar kontak debitor, kemudian menghubungi mereka dan menagih utang. Bahkan dalam beberapa laporan, ada penagih utang yang menggunakan kalimat-kalimat bernada ancaman.
Dalam kasus tersebut, menurut Asosiasi Fintech (Aftech), pihak perusahaan terindikasi melanggar dua aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pertama, Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 mengenai perlindungan data konsumen jasa keuangan, dan kedua, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.
Belum ada aturan baku tentang tata cara penagihan utang
Memang diakui, hingga saat ini belum ada aturan baku tentang cara penagihan utang di bidang teknologi finansial. Kendati begitu, kita tentu saja sama-sama sepakat bahwa penagihan utang oleh perusahaan pembiayaan harus tetap menjunjung tinggi etika dan tak boleh ada kekerasan verbal di dalamnya.
OJK sendiri hingga kini baru menyusun surat edaran tentang kontrak pinjam-meminjam pada perusahaan teknologi finansial. Salah satu poin yang akan dicantumkan dalam surat edaran tersebut nantinya adalah mengenai tata cara penagihan utang.
Jenis penyebab gagal bayar
Ada banyak faktor yang membuat peminjam tak bisa mengembalikan pinjamannya alias gagal bayar. Di antaranya sebut saja karena arus kas yang buruk, tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis hingga akhirnya bangkrut, atau memakai dana yang ada untuk kepentingan lain namun tidak bisa mengembalikannya. Satu lagi yang lebih ekstrem mungkin karena faktor bencana alam.
Terkait hal itu, Aftech mengklaim bahwa perusahaan teknologi finansial tidak boleh menalangi dana pemberi pinjaman. Kata mereka, hal itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016.
Sebenarnya, ada beberapa strategi yang diterapkan perusahaan-perusahaan teknologi finansial untuk mencegah terjadinya gagal bayar. Ada yang menerapkan sistem tanggung renteng, menyediakan dana proteksi, hingga memberikan opsi diversifikasi atau investasi alternatif. Kendati begitu, seperti yang sudah kami ungkapkan di awal, tidak ada investasi yang 100 persen bebas dari risiko.
Langkah terbaik yang bisa Anda lakukan sebagai investor adalah mempelajari dengan seksama Peer to Peer (P2P) Lending yang ada. Mulailah dengan mengecek izin usaha perusahaan (terdaftar di OJK atau tidak), potensi hasil investasi, dan yang paling penting, seperti apa kebijakan perusahaan jika terjadi gagal bayar.
Jangan pernah kapok berinvestasi!
Sebagian dari Anda mungkin ada yang kapok untuk berinvestasi. Terutama yang pernah mengalami gagal bayar. Yang ingin kami tekankan, seorang investor memang adakalanya merugi, tak selamanya untung. Maklum, kondisi pasar tidak selamanya berlangsung ideal.
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh investor yang pernah mengalami gagal bayar?
Hal pertama adalah jangan langsung menyerah. Kenapa? Karena menyerah itu sama artinya dengan gagal 100 persen. Selanjutnya, jangan emosi. Emosi sama sekali tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Cobalah cari jalan keluar dengan memilih investasi yang paling aman atau minim risiko. Jika dalam P2P Lending, carilah perusahaan teknologi finansial yang paling bisa menjamin keamanan investor.
Seperti Danain, misalnya.
Danain merupakan platform P2P Lending pertama di Indonesia yang menggunakan agunan. Nilai agunan tersebut lebih besar dari jumlah pinjaman. Bila terjadi gagal bayar, agunan dapat dijual karena mitra Danain memiliki kuasa untuk mengeksekusi. Mitra Danain juga akan melakukan pengembalian pokok dan bunga pinjaman sesuai tenor yang tercantum di pendanaan.
Ingin tahu lebih jelas tentang Danain? Baca: Danain, P2P Lending Pertama dengan Agunan di Tanah Air
Leave a Reply